Sabtu, 24 Oktober 2015

penjara itu berkah

Akil Mochtar dihukum dengan hukuman maksimum, seumur hidup oleh Mahkamah Agung, karena dia adalah seorang pejabat tinggi

negara yang memegang jabatan yang super penting dan strategis di bidang penegakan hukum di negeri ini, yaitu Ketua Mahkamah

Konstitusi, tetapi dia menerima suap berkali-kali dari para pihak di persidangan-persidangan sengketa Pilkada di MK.

Sikap sopan selama mengikuti persidangan merupakan suatu kewajiban terdakwa, dan siapapun yang menghadapi/mengikuti suatu

persidangan. Bagaimana bisa sesuatu yang wajib itu dijadikan faktor bagi hakim untuk mevonis ringan terdakwanya? Kebiasaan

yang “salah kaprah” ini bisa saja dimanfaatkan (dikamuflasekan) hakim untuk main mata dengan terdakwa sebagai alasan vonis

ringannya.

Vonis ringan terhadap Fuad Amin ini kontan mendapat sorotan dari berbagai pihak, apalagi, sebelumnya, Hakim Mukhlis

beberapa kali juga mengakomodasi keinginan Fuad. Salah satunya dia menyetujui permohonan pemindahan Fuad untuk pindah dari

rumah tahanan KPK yang terletak di lantai 9 Gedung KPK dengan super maximum security ke Rutan Salemba yang jauh lebih

longgar penjagaannya. Di Rutan Salemba inilah pada 1 September 2015, Fuad diberi kebebasan pula untuk merayakan hari ulang

tahunnya bersama keluarga, dan para sahabat pendukungnya.

Jaksa KPK pun menyatakan naik banding atas vonis ringan kepada Fuad Amin itu.

Selain alasan umur yang sudah tua dan sikap sopan Fuad Amin yang dipakai Hakim Mukhlis untuk mevonis ringan Fuad Amin itu,

mungkin juga dikarenakan Mukhlis ingat dan sepaham dengan pernyataan Fuad mengenai uang suap yang diterimanya. Menurut Fuad

Amin uang suap yang pernah diterimanya itu merupakan rezeki untuknya dari Allah, oleh karena itu dia tidak merasa perlu

melaporkan gratifikasi itu kepada KPK.

Hal ini pernah dinyatakan Fuad Amin ketika menjadi saksi di persidangan penyuapnya, Antonio Bambang Djatmiko (Direktur PT

Media Karya Sentosa/MKS), 23 Maret 2015. Pada kesempatan itu, Fuad mengaku sebagaimana tertuang di BAP yang dibacakan

jaksa, dia hanya menerima uang Rp 5 miliar di antara total yang didakwakan Rp 18,85 miliar. Penerimaan uang itu terjadi

pada 2014. Menurut dia, uang lainnya masuk ke rekening Perusahaan Daerah Sumber Daya (PDSD). BUMD itu bekerja sama

melakukan jual beli gas di Bangkalan dengan PT MKS. Dia tidak melaporkan kepada KPK, karena menurut dia uang suap kepadanya

itu merupakan rezeki dari Allah.

’’Saya tidak melaporkan pemberian itu ke KPK karena saya anggap itu rezeki dari Allah,’’katanya (Jawapos.com).

Bercermin pada vonis ringan yang sering dijatuhkan hakim kepada para terdakwa korupsi, seperti dalam kasus Fuad Amin ini,

tidak heran maka pemandangan yang sering kita lihat dari penampilan para tersangka dan terdakwa, bahkan sudah menjadi

terpidana (narapidana) koruptor pun, para koruptor di Indonesia tetap bisa tertawa ceriah.

Rasa takut dipenjara dan rasa malu sebagai koruptor tidak pernah ada di benak mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar