Rabu, 14 Oktober 2015

KTP anak

Kementrian Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh, mengatakan kepada Antara (7/10/2015), bahwa mulai tahun 2016, anak Indonesia usia 0-17 tahun akan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sebagai identitas dan pemenuhan hak-hak anak.
Salah satu yang menjadi pertimbangan pembuatan KTP anak, karena selama ini anak-anak yang belum layak memegang KTP tersebut harus menunjukan kartu keluarga untuk berbagai keperluan urusan pemenuhan hak-hak sianak. KTP belum elektronis (e-KTP), dan didalamnya terdapat data-data berupa Nomor KTP, Nama Anak, Nama Orang Tua, Alamat dan beberapa identitas lainnya.
Pertanyaanya, seberapa mendesak dan pentingnya pembuatan KTP anak?
Pembuatan KTP anak, tidaklah mendesak untuk dibuat saat ini, anak-anak yang masih dalam pengawasan orang tua tersebut cukup dengan menggunakan identitas yang pegang oleh orang tua dan Kartu Keluarga (KK) lebih dari cukup untuk menggambarkan identitas sianak. Rendahnya ungensi pembuatan KTP anak seharusnya menjadi pertimbangan Kemendagari mewacanakan pembuatannya, apalagi pembuatan KTP anak pada tahun 2016 hanya ditujukan kepada daerah-daerah (kabupaten/kota) yang capaian pembuatan akte kelahirannya diatas 75 persen.
Seharusnya, yang menjadi prioritas utama kemendagri adalah menyelesaikan pembuatan KTP Elektronik yang sudah berjalan tapi sampai saat ini masih menggantung pengerjaannya karena berbagai kendala teknis. Kendala-kendala ini, oleh Kemendagri segera dicarikan solusinya agar rakyat yang saat ini belum memiliki KTP dapat segeran memilikinya. Kepemeilikan e-KTP bagi warga yang berusia diatas 17 tahun lebih mendesak dirampungkan pengerjaannya dari pada membuat wacana baru berupa pembuatan KTP untuk anak.
Kemendagri hendaknya memahami bahwa ada banyak warga negara Indonesia yang kadang sulit berurusan dengan berbagai instansi karena ketiadaan KTP. Ketiadaan KTP ini dikarenakan tergendalanya pelaksanaan pembuatan KTP elektronik dan mereka yang sampai saat ini belum terdaftar sebagai pemegang KTP. Mewacanakan KTP anak adalah sesuatu yang baik, tetapi alangkah lebih baik jika e-KTP bagi warga yang berusia 17 tahun keatas diselesaikan dulu atau setidaknya maksimalkan terlebih dahulu program yang sudah berjalan tersebut agar masyarakat tidak merasa dihambat oleh aparat negaranya sendiri.
Keinginan Kemendagri tersebut mau tidak mau menimbulkan aroma kurang sedap, karena apapun alasan dan pertimbangan Kemendagri, pembuatan KTP anak merupakan sebuah proyek yang dalam pelaksanaannya dibutuhkan dana besar. Pembuatan e-KTP yang mengeluarkan dana yang tidak sedikit, bahkan diduga telah terjadi penyelewengan dana e-KTP oleh pejabat yang berwenang. Cara kerja Kemendagri, terkesan tidak sistimatis, tidak terpola dan acak-acakan, menegaskan seakan-akan lembaga negara ini tidak bekerja secara profesional.
Terkait rencana pembuatan KTP Anak, tersebut, perlu kiranya Menteri Dalam Negeri Tjhajo Kumolo, SH atau pejabat-pejabat Kemendagri mempertimbangkan kembali rencana tersebut, karena :
Rendahnya urgensi pembuatan KTP Anak,
Pembuatan KTP anak tidak urgen, apalagi jika hanya dibuat bagi kabupaten/kota yang capaian pembuatan Akta Kelahiran diatas 75 persen. Anak yang masih dalam pengawasan orang tua tersebut dicukupkan saja dengan identitas yang melekat pada surat-surat yang dimiliki (dipegang) oleh orang tua anak, misalnya Kartu Keluarga. Karena secara prinsip, dalam banyak urusan, anak-anak seusia ini masih didampingi oleh orang tuanya. Logika konyolnya, kalau mereka sudah punya KTP, mereka boleh berurusan sendiri tanpa perlu didampingi oleh orang tuanya. Kebayang, anak usia 6 bulan berangkat imunisasi sendiri ke Posyandu?
Prioritaskan e-KTP yang tergendala,
Kemendagri hendaknya memprioritaskan pembuatan maupun pengadaaan blanko e-KTP yang sudah dicanangkan dan sudah berjalan tetapi masih banyak yang belum memegang e-KTP. Cobalah belajar untuk menyelesaikan sebuah program terlebih dahulu baru kemudian disusul dengan program lainnya. KTP bagi penduduk dewasa kebutuhannya lebih vital dari anak-anak. Berangkat dari pemikiran seperti itu, kemendagri tidak lagi lempar tanggung jawab dalam pembuatan e-KTP. Lakukan jemput bola, agar permasalahannya segera terselesaikan. Gitu saja kok ya susah.
Perbaiki kelemahan e-KTP,
Kartu Tanda Penduduk Elektronik masih banyak mengandung kelemahan, kelemahan ini harus dikaji lagi, lakukan perbaikan-perbaikan agar e-KTP benar-benar menjadi indentitas tunggal bagi warga dan buatlah warga bangga memiliki e-KTP.
e-KTP yang ada saat ini kualitasnya sangat menyedihkan, tulisan menempel pada plastik pembalut, mudah terkelupas. Kualitasnya malah lebih jelek dari kartu ATM bank, apalagi jika dibandingkan dengan Kartu Kredit, bahkan dengan kartu anggota sebuah partai politikpun lebih jelek. Kadang ada perasaan malu mau menunjukan e-KTP. Saatnya pengadaan pembaca e-KTP secara elektronis (e-KTP reader), bukan seperti saat ini, yang dibawa e-KTP, saat berurusan pihak-pihak terkait masih meminta salinan (fotocopy), lalu fungsinya sebagai kartu elektronik yang katanya sudah online dimana? kan nggak mungkin nyangkut dibokong saat disimpan dalam dompet!
Mencermati kondisi yang ada, serta banyaknya kekurangan dalam implementasi e-KTP untuk penduduk dewasa, selayaknya Kementrian Dalam Negeri mempertimbangkan sekali lagi layak tidaknya pemberlakukan KTP Anak. Alangkah eloknya jika Kemendagri menyelesaikan terlebih dahulu persoalan-persoalan pada e-KTP penduduk dewasa. Alangkah lebih baik, jika dana yang ada dialokasikan untuk program-program yang lebih prioritas dilaksakan, bukan hanya sekadar program yang urgensinya rendah. Akur ya Pak?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar