rekan-rekan Kompasianer, salam sehat selalu..
Sudah cukup
lama juga saya tidak menulis pada Kompasiana tercinta ini, ya.. mohon
maklum ini dikarenakan kesibukan saya sendiri. Berbagai topik serta tema
selalu saja bersiliweran menghias hari-hari Kompasiana, termasuk
munculnya fitur obrolan beta yang belum terlalu banyak saya manfaatkan.
Ketika
menonton suatu acara talkshow tv, keinginan serta ide menulis muncul
dan mungkin yang akan saya tulis ini sudah termasuk lawas atau tidak
uptodate lagi. Keinginan menulis menguat tatkala menonton acara talkshow
nya Rumah Uya, Trans7. Sepertinya fihak kreatif Trans Media Corp. akan
kembali menuai kritikan, sama ketika acara YKS yang menuai kritikan dan
di petisi kan melalui Change.org sehingga membuat acara tersebut harus
hengkang dari layar kaca.
Dengan jargon "yang punya problem
kirimkan ke kami dan kami akan coba bantuin atau selesaikan", acara
talkshow ini dipandu oleh presenter Uya Kuya sesuai dengan judul
acaranya Rumah Uya. Ketika menonton tayangan pada sore rabu oktober,
tanggalnya lupa, menayangkan tentang problem kusutnya cinta segitiga
antara Dimas (cowok nya) dan Desti (cewek), si perawat bersama satu lagi
cewek (lupa namanya). Dengan gaya selengekan sang cowok duduk ditengah
diapit kedua ceweknya. Salah satu cewek akhirnya keluar dari acara itu
karena kata-kata yang dilontarkan sang cowok bahwa dia tidak suka lagi
dengan cewek tersebut.
Saya tidak begitu ingat lagi dengan jalan
ceritanya, tapi ada yang saya ingat bahwa sang cowok mengeluarkan
kata-kata seperti ini "cowok dikasih daging pasti mau". Kemudian ada
seorang ustadzah sebagai katakanlah narasumber dimana tempat Uya Kuya
bertanya bagaimana kira-kira jalan keluar atau solusi atas problem yang
sedang dialami pemeran talkshow tersebut. Dengan gaya khasnya Ustadzah
tersebut menyatakan "jika kita mencintai seseorang jangan mentok-mentok
betul" maksudnya jangan terlalu dalam mencintai seseorang ketika sedang
berpacaran karena jika diputuskan akan sakit hati.
Talkshow ini
memang membahas permasalahan pribadi seseorang yang dikupas secara
ringan oleh host Uya Kuya sebagai konsultan dan dibantu oleh
asisten-asisten yang memiliki peran masing-masing. Mungkin tulisan ini
terlalu subjektif, tetapi kenapa saya terasa begitu menjijikan ketika
menonton acara talkshow tersebut. Terasa begitu tidak mengenakan ketika
sang cowok dengan gaya selengekannya seperti yang dituliskan diatas
begitu ringan dan santainya mengutarakan kalimatnya tanpa merasa ada
beban atau terbebani psikologisnya. Begitu juga sang ustadzah sebagai
narasumber tak kalah ringannya mengutarakan kalimat diatas.
Memang
ini hanya sebuah tontonan yang bertujuan menghibur penonton tv, akan
tetapi sebagai media mainstream elektronik yang ditonton berjuta-juta
penonton tv baik didalam negeri maupun diluar negeri, menurut saya
tayangan talkshow ini betul-betul tidak MENDIDIK atau sangat jauh sekali
dari misi untuk mendidik penonton. Emosi penonton yang ikut terlibat
ditambah celotehan-celotehan yang tidak berbobot dan mendidik dari sang
cowok maupun sang narasumber, sangat tidak layak untuk ditayangkan,
apalagi ditayangnya pada waktu-waktu anak-anak kita belum tidur alias
belum terlalu larut malam (Pkl.19.00 WIB) sebelum acara talkshow Hitam
Putih.
Sebagai insan yang memahami etika dan sopan santun
ditambah adat ketimuran yang selalu dijunjung, apakah memang acara
talkshow tersebut dibuat bertujuan untuk mengoyak itu semua,
mencabik-cabik nilai etika dan sopan santun masyarakat kita. Sehingga
hal-hal yang sangat privaci tersebut (persoalan pribadi) dengan
antengnya ditayangkan melalui program tv berskala nasional. Coba ingat
bagaimana ketika tayangan YKS dipetisikan karena dianggap sangat tidak
mendidik masyarakat, dianggap bukan suatu tontonan yang layak dan
beradab untuk ditonton semua orang.
Dan apakah tayangan talkshow
Rumah Uya ini akan bernasib sama dengan YKS. Jika menurut opini saya,
tayangan talkshow ini harus dipetisikan juga, harus dihilangkan, harus
diberangus dari tontonan masyarakat umum, jika tidak maka dikhawatirkan
setiap suatu problem pribadi akan selalu dimunculkan atau ditayangkan,
jika itu memang mendidik mungkin tidak menjadi masalah, tapi acara ini
sangat terlihat sama sekali tidak mendidik masyarakat, malah masyarakat
terobsesi untuk mencoba masuk ke problem itu, mencoba-coba untuk sekedar
merasakan bagaimana rasanya jika mengalami problem seperti itu.
Sampai
disini saja kegeraman saya karena jika dilanjutkan saya khawatir nanti
malah akan keluar juga kata-kata saya yang tidak mendidik pembaca.
Salam
Sumber ilustrasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar