Rabu, 14 Oktober 2015

asron da vinsi consolidation

rekan-rekan Kompasianer, salam sehat selalu..
Sudah cukup lama juga saya tidak menulis pada Kompasiana tercinta ini, ya.. mohon maklum ini dikarenakan kesibukan saya sendiri. Berbagai topik serta tema selalu saja bersiliweran menghias hari-hari Kompasiana, termasuk munculnya fitur obrolan beta yang belum terlalu banyak saya manfaatkan.
Ketika menonton suatu acara talkshow tv, keinginan serta ide menulis muncul dan mungkin yang akan saya tulis ini sudah termasuk lawas atau tidak uptodate lagi. Keinginan menulis menguat tatkala menonton acara talkshow nya Rumah Uya, Trans7. Sepertinya fihak kreatif Trans Media Corp. akan kembali menuai kritikan, sama ketika acara YKS yang menuai kritikan dan di petisi kan melalui Change.org sehingga membuat acara tersebut harus hengkang dari layar kaca.
Dengan jargon "yang punya problem kirimkan ke kami dan kami akan coba bantuin atau selesaikan", acara talkshow ini dipandu oleh presenter Uya Kuya sesuai dengan judul acaranya Rumah Uya. Ketika menonton tayangan pada sore rabu oktober, tanggalnya lupa, menayangkan tentang problem kusutnya cinta segitiga antara Dimas (cowok nya) dan Desti (cewek), si perawat bersama satu lagi cewek (lupa namanya). Dengan gaya selengekan sang cowok duduk ditengah diapit kedua ceweknya. Salah satu cewek akhirnya keluar dari acara itu karena kata-kata yang dilontarkan sang cowok bahwa dia tidak suka lagi dengan cewek tersebut.
Saya tidak begitu ingat lagi dengan jalan ceritanya, tapi ada yang saya ingat bahwa sang cowok mengeluarkan kata-kata seperti ini "cowok dikasih daging pasti mau". Kemudian ada seorang ustadzah sebagai katakanlah narasumber dimana tempat Uya Kuya bertanya bagaimana kira-kira jalan keluar atau solusi atas problem yang sedang dialami pemeran talkshow tersebut. Dengan gaya khasnya Ustadzah tersebut menyatakan "jika kita mencintai seseorang jangan mentok-mentok betul" maksudnya jangan terlalu dalam mencintai seseorang ketika sedang berpacaran karena jika diputuskan akan sakit hati.
Talkshow ini memang membahas permasalahan pribadi seseorang yang dikupas secara ringan oleh host Uya Kuya sebagai konsultan dan dibantu oleh asisten-asisten yang memiliki peran masing-masing. Mungkin tulisan ini terlalu subjektif, tetapi kenapa saya terasa begitu menjijikan ketika menonton acara talkshow tersebut. Terasa begitu tidak mengenakan ketika sang cowok dengan gaya selengekannya seperti yang dituliskan diatas begitu ringan dan santainya mengutarakan kalimatnya tanpa merasa ada beban atau terbebani psikologisnya. Begitu juga sang ustadzah sebagai narasumber tak kalah ringannya mengutarakan kalimat diatas.
Memang ini hanya sebuah tontonan yang bertujuan menghibur penonton tv, akan tetapi sebagai media mainstream elektronik yang ditonton berjuta-juta penonton tv baik didalam negeri maupun diluar negeri, menurut saya tayangan talkshow ini betul-betul tidak MENDIDIK atau sangat jauh sekali dari misi untuk mendidik penonton. Emosi penonton yang ikut terlibat ditambah celotehan-celotehan yang tidak berbobot dan mendidik dari sang cowok maupun sang narasumber, sangat tidak layak untuk ditayangkan, apalagi ditayangnya pada waktu-waktu anak-anak kita belum tidur alias belum terlalu larut malam (Pkl.19.00 WIB) sebelum acara talkshow Hitam Putih.
Sebagai insan yang memahami etika dan sopan santun ditambah adat ketimuran yang selalu dijunjung, apakah memang acara talkshow tersebut dibuat bertujuan untuk mengoyak itu semua, mencabik-cabik nilai etika dan sopan santun masyarakat kita. Sehingga hal-hal yang sangat privaci tersebut (persoalan pribadi) dengan antengnya ditayangkan melalui program tv berskala nasional. Coba ingat bagaimana ketika tayangan YKS dipetisikan karena dianggap sangat tidak mendidik masyarakat, dianggap bukan suatu tontonan yang layak dan beradab untuk ditonton semua orang.
Dan apakah tayangan talkshow Rumah Uya ini akan bernasib sama dengan YKS. Jika menurut opini saya, tayangan talkshow ini harus dipetisikan juga, harus dihilangkan, harus diberangus dari tontonan masyarakat umum, jika tidak maka dikhawatirkan setiap suatu problem pribadi akan selalu dimunculkan atau ditayangkan, jika itu memang mendidik mungkin tidak menjadi masalah, tapi acara ini sangat terlihat sama sekali tidak mendidik masyarakat, malah masyarakat terobsesi untuk mencoba masuk ke problem itu, mencoba-coba untuk sekedar merasakan bagaimana rasanya jika mengalami problem seperti itu.
Sampai disini saja kegeraman saya karena jika dilanjutkan saya khawatir nanti malah akan keluar juga kata-kata saya yang tidak mendidik pembaca.
Salam

 Sumber ilustrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar