Rabu, 14 Oktober 2015

djasman djamaluddin

Pekan-pekan terakhir ini pihak Barat mengecam masuknya Rusia ke Suriah. Dikatakan, serangan Rusia  tidak hanya menghancurkan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Suriah , tetapi  juga mengenai sasaran kelompok-kelompok perlawanan yang didukung Amerika Serikat (AS) \ dan sekutunya. Kelompok dukungan AS ini sengaja diciptakan untuk menggulingkan Pemerintahan Suraih Bashar Al-Assad. Tetapi pesan itu tidak dinyatakan AS secara jelas. Yang diungkapkan tujuan AS hanya untuk melawan NIIS.
Saya juga mulai bertanya-tanya dengan berdirinya NIIS ini yang begitu cepat memasuki jantung wilayah Irak dan Suriah. Bahkan sering pasukan NIIS berkeliling wilayah Irak dan Suriah dengan mobil-mobil buatan negara Barat bahkan ada juga dari Asia.  Pertanyaannya, mengapa mobil-mobil tersebut bisa masuk ke wilayah sengketa atau ke tangan kelompok yang dianggap sebagai musuh? Benarkah bahwa NIIS ini sengaja diciptakan pihak-pihak tertentu?
Perusahaan asing di Moskwa, Rusia (Foto: Dasman Djamaluddin/1992)
Terlepas dari itu, sangatlah  jelas, AS dan sekutunya menginginkan agar pemerintahan  Presiden  Suriah Bashar Al-Assad  diganti  oleh pemerintah  dukungannya.  Hal ini tidak berbeda  dengan  apa  yang dilakukan  AS di Irak.
Pesan terselubung ini terbaca oleh Rusia. Sepertinya  negara beruang merah itu  tidak mau terlalu lama berpangku tangan akibat masalah dalam negeri. Ini dimulai ketika Rusia berada di dalam kegamangan di masa Presiden Mikhail Gorbachev. Boleh dikata banyak negara bagian memisahkan diri. Tetapi saat  Crimea, salah satu republik otonom Ukraina terlibat konflik, Rusia turun tangan. Sepertinya, Rusia bangun dari tidur.
Kota bersejarah di Moskwa, Rusia (Foto: Dasman Djamaluddin/1992)
Sebenarnya Rusia dan AS sepakat menjadikan NIIS sebagau sasaran serangan dan musuh utama di Suriah. Hanya berbeda pandangan ketika berbicara mengenai nasib Presiden Suriah Bashar Al-Assad. AS ingin mengakhirinya, tetapi Rusia mendukung. Bahkan Rusia ingin menyatukan  Iran, Irak dan Suriah sebagai sebuah kekuatan. Jika kita boleh mengatakan maka  ketiga negara ini semuanya berpenduduk Muslim Syiah. Sudah tentu berdampak langsung terhadap Islam Sunni di berbagai belahan dunia, terutama terhadap Arab Saudi yang kini sedang ikut berperang di Yaman, tetangga Arab Saudi. Di Yaman, suku yang dilawan (Houthi) didukung oleh Iran.
Jika kembali ke niat AS melatih oposisi Suriah di Jordania dengan dalih untuk menghancurkan NIIS tetapi sasaran utama menggulingkan pemerintahan Bashar Al-Assad, maka wajar pula Rusia masuk ke Suriah dengan dalih yang sama berperang melawan NIIS, tetapi sasaran utama menghancurkan opoisi Suriah yang ingin menggulingkan  pemerintahan Bashar Al-Assad.
Tak dapat dibantah, munculnya Rusia kembali sebagai penyeimbang sudah tentu akan merubah  peta politik Timur Tengah. Jika melihat rangkulan Rusia ke Irak, sudah tentu Irak dalam waktu mendatang  menjadi simbol perjuangan dalam hal mendukung kelompok Islam Syiah. Singkatnya, tiga negara berbasis Islam Syiah (Iran,Irak dan Suriah) menjadi batu loncatan  Rusia menjadikan negaranya sebagai negara adidaya kembali.
Juga bagi  negara  lain yang didukung Rusia, seperti Iran, akan lebih leluasa mengembangkan senjata nuklir, meski di atas kertas,  sudah setuju dengan perjanjian-perjanjian nuklir yang dibuat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bagaimana pun, di antara negara-negara yang mendesak Iran ke perundingan senjata nuklir,  adalah  Rusia.  Hal ini melegakan  dan menguntungkan  Iran. Buktinya Iran baru-baru ini tetap saja melakukan uji coba senjata nuklir.
Gadis Rusia, tidak tahu berpolitik (Foto: Dasman Djamaluddin/1992)
Vadimir Putin, yang sekarang memimpin Rusia adalah orang yang  berhasil mengembalikan citra Rusia sebagai negara adidaya. Dapat saya gambarkan, ketika saya ke Rusia, Desember 1992, Rusia berada di ambang kehancuran. Waktu itu, Mikhail Gorbachev, pemimpin Uni Soviet yang dianggap sebagai tokoh pembaruan,  tidak berada di Moskwa. Ia mengalami apa yang dinamakan menghadapi saat-saat kejatuhannya. Ia juga dianggap sebagai tokoh yang dianggap bertanggung jawab atas kehancuran Uni Soviet.
Saya menyaksikan negara adidaya itu lumpuh. Sejak dihembuskannya era pembaruan, malah negara-negara bagian Uni Soviet bergejolak. Tidak dapat disangkal, ketika saya di sana, pemandangan pasar loak yang menjual sepatu bekas terdapat di mana-mana.
Positifnya memang ada. Rakyat Rusia sudah mulai berbisnis. Perusahaan-perusahaan asing dari Korea Selatan, Amerika Serikat mulai mencoba masuk ke Rusia. Meski akhirnya sekarang  ada juga yang didepak oleh Presiden Vladimir Putin.
Kemenangan Rusia dalam Perang Dunia II (Dokumentasi)
Bagi orang luar boleh saja tidak percaya. Tetapi Rusia sewaktu saya ke sana demikianlah adanya. Sekarang Rusia di bawah Putin terus berkembang dan menata diri. Pengalaman pemerintahan di masa Mikhail Gorbachev dan Yeltsin dijadikannya sebagai dasar berpijak untuk terus membawa Rusia kembali menjadi adidaya. Rusia terus bergeliat dan sekarang mampu memasok kembali senjata-senjata mutakhir ke Suriah, minimal mengimbangi senjata-senjata modern yang dikirim AS serta sekutunya ke berbagai negara. Bagaimana pun keseimbangan  kekuatan sangat diperlukan. Jika tidak, negara yang memiliki senjata lebih mutakhir akan melakukan tindakan semena-mena kepada negara yang tidak memiliki senjata-senjata itu.

1 komentar:

  1. Saya hanya mengomentari nama saya yang keliru. Ejaan nama yang benar Dasman Djamaluddin, bukan Djasman Djamaluddin. http://dasmandjamaluddinshmhum.blogspot.com dan http://dasmandj.blogspot.com Terimakasih

    BalasHapus