namanya adalah Yuyun, pria yang mulai berhalusinasi sejak kehilangan
ibunya. Usianya sudah 20 tahunan ketika terpisah dari ibu, orang
terdekat Yuyun. Selain halusinasi, Yuyun sering bertindak agresif,
beberapa kali keluar rumah dalam keadaan ngamuk. Takut membahayakan
tetangga, kakak Yuyun memutuskan mengunci adiknya di dalam kamar ketika
ia bekerja memulung karton bekas. Seiring berjalannya waktu, Yuyun
semakin dibiarkan di dalam kamar yang semakin penuh dengan tumpukan
karton dan barang bekas.
Yuyun berada di dalam kamar
terkunci selama 12 tahun. Menurut ipar Yuyun, Yuyun diberi cukup makan
dua kali sehari, biasanya nasi bungkus atau nasi di piring kaleng.
Ketika saya masuk ke kamar Yuyun selama dikurung, bau busuk segera
tercium. Meski siang hari, kamar gelap tanpa jendela. Ada lampu dengan
watt kecil menyala yang segera memunculkan pemandangan yang memilukan.
Kasur sangat kotor. Sampah tergeletak di lantai. Tumpukan barang bekas
dan kardus-kardus membuat kamar sesak. Ada kamar mandi di dalam kamar
namun saya tidak berani melihat.
Kontrakan kakak Yuyun terletak di sebelah ruangan yang menjadi
gudang sekaligus tempat pengurungan Yuyun. Kamar Yuyun dikunci dari
luar begitu si kakak selesai menaruh atau mengambil kardus-kardus bekas
yang ia kumpulkan. Kebanyakan orang di kota akan mengurung anggota
keluarganya yang menderita kelainan jiwa, sedangkan di desa pasung
menjadi pilihan. Kedua cara ini tidak manusiawi dan bukan solusi bagi
pasien dan juga keluarga pasien itu sendiri.
Hari demi hari berlalu tanpa perawatan sama sekali terhadap
Yuyun, hingga akhirnya Yuyun ditemukan oleh Novi Pangemanan yang sedang
meneliti tentang pasung. Atas inisiatif Novi Pangemanan, keluarga Yuyun
bersedia membebaskan Yuyun dan mengizinkan Yuyun dibawa ke RSJ di Bogor.
Sehari sebelum dipindahkan, Yuyun dimandikan sebersih mungkin, rambut
gondrongnya dipangkas, kuku digunting dan dikenakan pakaian bersih. Foto
yang Anda lihat ini adalah versi bersih seorang Yuyun, bukan keseharian
ketika masih diisolasi.
September tahun lalu, saya
ingin menengok Yuyun. Namun saya mendapat kabar dari Novi Pangemanan,
Yuyun meninggal tiga pekan setelah dibawa ke RSJ. Menurut dokter, Yuyun
mengalami malnutrisi parah. Sungguh sebuah ironi. Mengapa Yuyun bisa
bertahan hidup selama 12 tahun di sebuah kamar gelap, kecil dan
terisolasi namun ia hanya dapat bertahan hidup selama tiga minggu di
rumah sakit jiwa? Apakah selama di rumah sakit jiwa, Yuyun tidak
mendapat perawatan terbaik? Kok malah bisa malnutrisi terjadi ketika dia
berada di rumah sakit yang memiliki ahli gizi? Atau, apakah jauh dari
rumah membuat Yuyun lemah secara mental? Entahlah. Saya tidak habis
pikir. Jika membiarkan Yuyun di dalam kurungan kamar akan membuatnya
tetap hidup, saya rasa saya akan memilih membiarkannya di kurungan.
Tentu saja, keputusan merawat pasien kejiwaan di rumah sakit
jiwa adalah keputusan terbaik daripada memasung, mengikat atau
mengurung. Memasung, mengikat atau mengurung adalah cara paling tidak
manusiawi yang bisa dilakukan keluarga kepada anggota keluarganya yang
mengalami gangguan perilaku akibat problem kejiwaan. Dukungan keluarga
tentu sangat berarti bagi para penderita kejiwaan. Saya pernah berjumpa
dengan seorang ayah yang sangat suportif, Pak X. Ia membantu memulihkan
anaknya dengan mendampingi setiap ada pertemuan dengan psikiater dan
kelompok pendukung. Pak X berkata kepada saya, "Coba Anda bayangkan
kalau Anda bertemu orang sakit, Anda pasti iba, kasihan. Tapi kalau Anda
melihat orang sakit jiwa, malah pada takut.....! Saya tercekat. Iya,
benar juga. Ketika saya datang ke pertemuan skizofrenia, saya menyimpan
rasa takut. Takut salah omong yang akan memicu agresivitas, takut duduk
sebelahan. Namun setelah berada selama lebih dari satu jam dan ngobrol
dengan mereka, ketakutan saya memudar. Sesungguhnya saya tidak melakukan
apapun ketika itu selain berada di antara mereka dan mendengar cerita
mereka. Namun dengan kehadiran, sepotong kebersamaan....saya berharap,
semoga membuat sedikit perbedaan pada satu hari biasa di dalam kehidupan
beberapa orang skizofrenia[]
Rest in peace, Yuyun..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar